ULASAN FILM "THE SHAPE OF WATER"

BEAUTY AND THE BEAST ERA NOW

vid.alarabiya.net

Dia jatuh cinta pada ikan, seperti juga si cantik Belle jatuh cinta pada singa. Bedanya, hingga mereka melakukan hubungan paling intim pun (taksekadar berciuman), si ikan tetaplah ikan, tidak berubah jadi manusia.Tentu saja, si ikan adalah makhluk apa adanya, bukan jelmaan manusia biasa yang dikutuk peri.

Gadis itu bernama Elisa Esposito (Sally Hawkins).Ia cakap, tapi bisu. Tinggal di sebuah flat kusam milik seorang pengusaha bioskop kecil yang punya pelanggan hanya empat orang. Rutinitasnya setiap hari adalah bangun tidur, merebus telur, mandi sambil masturbasi, mengunjungi Giles (Richard Jenkis)--tetangga sebelahnya, dan sorenya berangkat kerja. Ya, tidak banyak yang menjadi temannya. Hanya dua orang. Giles, tetangga dan pelukis tua yang gay dan Zelda Fuller (Octavia Spencer), teman sekerjanya di Occam Aerospace Research Center, semacam lembaga ilmu pengetahuan. Hanya merekalah yang mengerti bahasa isyarat Elisa.

Elisa dan Zelda
Sumber: drafthouse.com


Suatu hari, Occam kedatangan serombongan ilmuwan di bawah pimpinan Kolonel Richard Strickland (Michael Shannon). Mereka membawa aset unik. Aset itu dibawa dalam tangki besi yang bagian atasnya terbuat dari kaca. Tampak dipenuhi air. Elisa mendekat dan memerhatikan dengan saksama.Terdengarlah bunyi semacam lenguhan. Elisa mengetuk-ngetuk kaca tangki, dan terdengarlah bunyi nyaring si makhluk dan pukulan terhadap dinding tangki.

Elisa makin penasaran. Atas akses yang dimilikinya, ia kerap memasuki ruang tempat makhluk itu disimpan. Awalnya, Elisa memancing makhluk itu keluar dengan telur yang kerap ia bawa sebagai bekal tambahan makan. Dari dalam kolam buatan itu, muncullah sesosok makhluk humanoid air (diperankan Doug Jones). Bentuknya serupa manusia, dengan sisik dan sirip di sekujur tubuhnya, serupa tokoh Abe Sapien dalam film Hellboy (yang ternyata juga sama-sama diperankan Doug Jones). Pendek cerita, mereka berkarib ria. Semakin banyak telur yang Elisa bawa. Juga piringan hitam. Ternyata, si makhluk juga menyukai musik. Elisa pun jatuh cinta.

Elisa dan si Ikan
Sumber: cloudfront.net


“Cara dia melihatku sungguh apa adanya. Dia melihatku sebagai seseorang yang tidak memiliki kekurangan,” kata Elisa kepada Giles dalam bahasa isyarat. Awalnya, jangankan soal kedekatan si ikan dengan Elisa, Giles takpercaya ada makhluk seperti itu. Namun, setelah ia membaca-baca buku, ia percaya.  Ya lagi-lagi, hanya Giles dan Zelda yang tahu soal keakraban Elisa dengan si ikan.

Suatu hari, Jenderal Hoyt, atasan Kolonel Strickland, mendatangi Occam untuk melihat makhluk itu. Diputuskanlah bahwa si ikan akan dibunuh. Elisa yang sedang bersembunyi di salah satu sudut ruang itu mendengarnya. Dia pun jadi amat galau. Kegalauan Elisa pun dirasakan juga oleh Dr. Hoffsteller (Michael Stuhlbarg), ilmuwan yang ditugaskan mengurus dan meneliti perkembangan si ikan.

Jenderal Hoyt dan Kolonel Strickland saat mengecek si Ikan
Sumber: awardsdaily.com


Elisa pun berkeinginan kuat membebaskan makhluk itu. Ia meminta Giles untuk membantu. Awalnya, Giles menolak. Namun kemudian bersedia, setelah ia diremehkan kliennya dan diusir oleh pemuda pelayan restoran tempat ia biasa membeli kue bersama Elisa. Maka, rencana pun dibuat, aksi pun dijalankan. Di tengah aksi mereka, Dr. Hoffsteller yang—taksetuju si ikan dibunuh—turut membantu.

Film ini terbilang unik. Menampilkan tokoh makhluk humanoid, tapi non-action. Memang bukan yang pertama, tapi amat langka. Sebelumnya, ada film Ex Machina, kisah seorang manusia yang jatuh cinta pada cyborg. Film-film bertokoh humanoid dan cyborg identik dengan action, seperti Star Wars, TerminatorAvatar, dan banyak lagi. Di sinilah keunikan film besutan Guillermo del Toro ini. Sepintas mirip dongeng klasik Beauty and The Beast. Sama-sama mengisahkan percintaan seorang gadis manusia dan sesosok makhluk buruk rupa.Tokoh gadis sama-sama berperan sebagai agen pembebas. Belle membebaskan Beast dari kutukan and Elisa membebaskan si ikan dari penganiayaan (dan rencana pembunuhan).

Si Ikan saat menyembuhkan luka Giles
Sumber: img.elcomercio.pe


Bagi saya, film ini sarat mengandung kampanye kesamaan dan kesetaraan. Semua tokoh utama protagonisnya adalah sosok-sosok terasing dari atau diasingkan oleh masyarakat, baik secara sosial maupun psikologis. Elisa karena bisu, Giles karena gay, Zelda karena berkulit hitam (film ini bersetting tahun 60-an, saat isyu rasial masih kencang), Dr. Hoffsteller karena ilmuwan idealis, dan si ikan, makhluk aneh dari Sungai Amazon. Antagonisnya adalah para pejabat militer yang arogan, kaya raya, dan semena-mena.

Aspek lain yang saya tangkap dari film ini adalah pertentangan antara kemodernan dan kepurbaan, kekinian dan kekunoan, dalam hal nilai. Manusia modern kerap menganggap dirinya adalah yang terbaik, pusat semesta. Yang tidak atau belum modern belum jadi manusia utuh, masih liar (namun juga eksotis) maka ia layak diiobjekkan. Si ikan—yang di pedalaman Amazon disembah sebagai dewa—adalah sosok yang dicerabut dari dunianya, disimpan dan dijadikan objek penelitian di laboratorium yang sangat canggih. Di situ, ia dirantai, dikurung dalam kolam kecil, kerap dibuat pingsan untuk diteliti, atau dijadikan sekadar pelampisan kekesalan dan kesombongan Kolonel Strickland yang kerap meledek kedewaannya.

Tapi itu tafsir saya. Anda tentu akan punya penafsiran yang mungkin berbeda.


Selamat menonton.

#ulasanfilm #moviereview #theshapeofwater 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU: DALAM DEKAPAN UKHUWAH

RESENSI MELEPAS DAHAGA DENGAN CAWAN TUA DI KORAN GALAMEDIA